Rabu, 24 Februari 2016

TEORI RANCANG CAMPURAN ASPAL


RANCANGAN CAMPURAN
ASPAL AC

3.1.   Pengertian
        Jika agregat dicampur dengan Aspal maka :
          Partikel-partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh Aspal.
1.        Rongga-rongga agregat ada yang terisi Aspal dan ada pula yang terisi udara.
2.        Terdapat rongga antar butir yang terisi udara.
3.        Terdapat lapisan Aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar Aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat.
               Lapisan Aspal yang baik haruslah memenuhi empat syarat yaitu stabilitas, durabilitas, fleksibilitas, dan tahanan geser, tetapi jika memakai gradasi rapat (densegraded) akan menghasilkan kepadatan yang baik, berarti memberikan stabilitas yang baik, tetapi mempunyai rongga pori yang kecil sehingga memberikan kelenturan (fleksibilitas) yang kurang baik dan akibat tambahan pemadatan dari beban lintas berulang serta Aspalyang mencair akibat pengaruh cuaca akan memberikan tahanan geser yang kecil.
Sebaliknya jika menggunakan gradasi terbuka, akan diperoleh kelenturan yang baik tetapi stabilitas yang kecil. Kadar Aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lapisan pengikat antar butir kurang, lebih-lebih jika kadar rongga yang dapat diresapi Aspal besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat Aspal cepat lepas dan durabilitas berkurang. Kadar Aspal yang tinggi mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa haruslah ditentukan campuran antara agregat dan Aspal seoptimal mungkin sehingga dihasilkan lapisan perkerasan dengan yang seoptimal mungkin.
Dengan kata lain harus direncanakan campuran yang meliputi gradasi  (dengan memperhatikan mutu agregat) Aspal sehingga dihasilkan lapisan perkerasan yang dapat memenuhi keempat syarat diatas yaitu :
1.         Kadar Aspal cukup memberikan kelenturan
2.         Stabilitas cukup memberikan kemampuan memiliki beban sehingga tak terjadi deformasi yang merusak.
3.         Kadar rongga cukup memberikan kesempatan unuk pemadatan tambahan akibat beban berulang dan flow dari Aspal.
4.         Dapat mberikan kemudahan kerja sehingga tak terjadi segregasi.
5.         Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuia dengan persyaratan dalam pemilihan lapisan perkerasan pada tahap perencanaan.
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi kualitas dari sapal beton adalah :
                 1.    Absorbsi Aspal.
2.      Kadar Aspal efektif.
3.      Rongga antar butir (VMA) Void Material Air
4.      Rongga udara dalam campuran (VIM) Void Indeks Material.
5.      Gradasi agregat.

3.2.    Pemeriksaan Dengan Alat Marshall. 
          ( SK. SNI. M – 58 – 1990 – 03 )

Kinerja campuran Aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran Aspal dan agregat.  Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh dinyatakan dalam milimeter atau 0,01”.
     Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran disampingkan itu terdapat arloji (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan dilaboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit. Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh data-data sebagai berikut :
1.      Kadar Aspal, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma.
2.      Berat volume dinyatakan dalam ton/m3
3.      Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (ring).
4.      Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Flow dapatmerupakan idikator terhadap lentur.
5.      VIM, persen rongga dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma. VIM merupakan indikator dari durabilitas, kemungkinan bleeding.
6.      VMA, persen rongga terhadap agregat, dinyatakan bilangan bulat VMA bersama dengan VIM merupakan indikator dari durabilitas.
7.      Hasil bagi Marshall (Quotient, Marshall, merupakan hasil bagi stabilitas dan flow dinyatakan dalam KN/mm. Merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan.
8.      Penyerapan Aspal, persen terhadap berat campuran, sehingga diperoleh gambaran beberapa kadar Aspal effektifnya.
9.      Tebal lapisan Aspal (film Aspal), dinyatakan dalam mm. Merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran.
10.  Kadar Aspal effektif, dinyatakan dalam bilangan dsimal satu angka dibelakang koma.

 3.3    Spesifikasi Campuran
       Dari bab-bab sebelum ini terlihat bahwa sifat campuran sangat ditentukan dari gradasi aggregat,kapal Aspal total dan kadar Aspal efektif,VIM,VMA,dan sifat bahan mentah sendiri variasi dari hal tersebut diatas akan menghasilkan kualitas dan keseragaman campuran yang berbeda -beda .Untuk itu agagr dapat memenuhi kualitas dan keseragaman jenis lapisan yang telah dipilih dalam perencanaan perlu dibuatkan spesipikasi campuran yang menjadi dasar pelaksanaan dilapangan .Dengan spesipikasi itu diharapkan dapat diperoleh sifat campuran yang memenuhi syarat teknis dan keawetan yang diharapkan.
Spesifikasi campuran berbeda-beda, dipengaruhi oleh :
Ø  Perencanaan tebal perkerasan, yang dipengaruhi oleh metode apa yang dipergunakan.
Ø  Ekspresi gradasi aggregat, yang dinyatakan dalam nomor saringan. Nomor-nomor saringan mana saja yang dipergunakan dalam spesifikasi.
Ø  Kadar Aspal yang umum dinyatakan dalam persen terhadap berat campuran seluruhnya.
Ø  Komposisi dari campuran, meliputi aggregat dengan gradasi yang bagaimana yang akan dipergunakan.
Ø  Sifat campuran yang diinginkan, dinyatakan dalam nilai stabilitas, flow, VIM, VMA, tebal film Aspal.
Ø  Metode rencana campuran yang digunakan.
Persyaratan Sifat Campuran :
Campuran Aspal harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Tabel 6.3.3.
Tabel 6.3.3. Persyaratan sifat campuran.
SIFAT Campuran
HRSS
HRSS

A

HRS

B

AC
ATB
Kadar Aspal efektif
Kadar penyerapan Aspal
Kadar Aspal total Minimum
Minimum
Maximum
Minimum
9.1
2.0
10.3
7.9
2.0
8.9
6.8
1.7
7.3

1.7
4.3-7.0
5.5
1.7
6.0
Kadar Rongga udara dari campuran padat (% terhadap volume total campuran )
Minimum

Maximum
4

9
4

9
4

6
3

6
4

8

Marshall Quotient (1)
(AASHTO T245-78) (KN/mm)
Minimum
Maximum

0.8
4.0
0.8
4.0

4.0
1.8
5.0
1.8
5.0
Stabilitas Marshall
(AASHTO T245-78) (KN/mm)
Minimum
Maximum
200
850
200
850
450
850
750
850
750
-

Stabilitas Marshall tersisa setelah perendaman selama 24 jam pada 60 (% terhadap stabilitas semula)


Minimum

75

75

75

75

75
Sumber : Buku Volume-volume Speksifikasi teknik   Bina Marga
       Jenis campuran yang ditetapkan dalam Gambar 2.01 berdasarkan asumsi kondisi jalan yang datar ( atau kemiringan landai ) dan kondisi lalu lintas jalan antar kota. Jenis campuran sebenarnya yang diperlukan pada setiap bagian jalan, harus sesuai dengan instruksi Direksi Teknik untuk memenuhi kondisi lalu lintas dan kelandaian jalan.
       Bahan Aspal yang terkandung dari benda uji pada campuran kerja harus mempunyai nilai penetrasi tidak kurang dari 70% terhadap nilai penetrasi Aspal sebelum pencampuran dan nilai Duktilitas tidak kurang dari 40 cm, bila diperiksa masing-masing dengan AASHTO  T49 dan T51.
       Bahan Aspal harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara AASHTO T164. Setelah konsentrasi bahan Aspal yang terekstraksi mencapai 200 mm, partikel mineral yang terkandung harus dipindahkan kedalam suatu sentrifugal.

Angka Korelasi Beban (Stability)
Isi benda uji (cm)3
Tebal benda uji (mm)
Angka korelasi
200 – 213
214 – 225
226 – 237
238 – 250
251 – 264
265 – 276
277 – 289
290 – 301
302 – 316
317 – 328
329 – 340
341 – 353
354 – 367
368 – 379
380 – 392
393 – 405
406 – 420
421 – 431
432 – 443
444 – 456
457 – 470
471 – 482
483 – 495
496 – 508
509 – 522
523 – 535
536 – 546
547 – 559
560 – 573
574 – 585
586 – 598
599 – 610

 
611 – 625
25,4
27,0
28,6
30,2
31,8
33,3
34,9
36,5
38,1
39,7
41,3
42,9
44,4
46,0
47,6
49,2
50,8
52,4
54,0
55,6
57,2
58,7
60,3
61,9
63,5
65,1
66,7
68,3
69,9
71,4
73,0
74,6
76,2
5,56
5,00
4,55
4,17
3,85
3,57
3,33
3,03
2,78
2,50
2,27
2,08
1,92
1,79
1,67
1,56
1,47
1,39
1,32
1,25
1,19
1,14
1,09
1,04
1,00
0,96
0,93
0,89
0,86
0,83
0,81
0,78
0,76

       Sumber : SK.SNI.03-1968-1990

 3.4 Rencana Campuran Marshall untuk AC

Volume Mol Aspal = 1200 Gram
1.     Pemakaian Aspal 5,50 %
       5.5% x 1200 = 66
      Agregat                      = 1200 – 66 = 1134 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1134             = 136,08 gram
      Medium Agregat        = 33% x 1134              = 374,22 gram
      Fine Agregat              = 47% x 1134              = 532,98 gram
      Pasir / Filler               = 8% x 1134                 = 90,72 gram
2.     Pemakaian Aspal 6,00 %
      6,0 % x 1200             = 72
      Agregat                      = 1200 – 72 = 1128 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1128              = 135,36 gram
      Medium Agregat       = 33% x 1128              = 372,24 gram
      Fine Agregat              = 47% x 1128              = 530,16 gram
      Pasir / Filler                = 8% x 1128                = 90,24 gram
3.     Pemakaian Aspal 6,50 %
      6,5% X 1200 = 78
      Agregat          = 1200 – 78 = 1122 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1122             = 134,64 gram
      Medium Agregat        = 33% x 1122             = 370,26 gram
      Fine Agregat               = 47% x 1122             = 527,34 gram
      Pasir / Filler                = 8% x 1122               = 89,76 gram
4.     Pemakaian Aspal 7,00 %
      7% x 1200 = 84
      Agregat          = 1200 – 84 = 1116 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1116              = 133,92gram
      Medium Agregat        = 33% x 1116              = 368,28 gram
      Fine Agregat              = 47% x 1116              = 524,52 gram
      Pasir / Filler                = 8% x 1116                = 89,28 gram
5.    Pemakaian Aspal 7,50 %
7,5% x 1200 = 90
      Agregat          = 1200 – 90 = 1110 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1110              = 133,20 gram
      Medium Agregat        = 33% x 1110              = 366,30 gram
      Fine Agregat              = 47% x 1110              = 155,40 gram
      Pasir / Filler                = 8% x 1110                = 88,80 gram

3.5  Rencana Campuran Marshall untuk ATB

Volume Mol Aspal = 1200 Gram
6.     Pemakaian Aspal 5,00 %
       5.0% x 1200 = 60
      Agregat                      = 1200 – 60 = 1140 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1140             = 136,80 gram
      Medium Agregat        = 34% x 1140              = 387,60 gram
      Fine Agregat              = 16% x 1140              = 182,40 gram
      Pasir / Filler               = 38% x 1140               = 433,20 gram
7.     Pemakaian Aspal 5,50 %
      5,5 % x 1200              = 66
      Agregat                      = 1200 – 66 = 1134 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1134              = 136,08 gram
      Medium Agregat       = 34% x 1134              = 385,56 gram
      Fine Agregat              = 16% x 1134              = 181,44 gram
      Pasir / Filler                = 38% x 1134              = 430,92 gram
8.     Pemakaian Aspal 6,00 %
      6,0% X 1200 = 72
      Agregat          = 1200 – 72 = 1128 gram
      Coarse agregat           = 12% x 1128             = 135,36 gram
      Medium Agregat        = 34% x 1128             = 383,52 gram
      Fine Agregat               = 16% x 1128             = 180,48 gram
      Pasir / Filler                = 38% x 1128             = 428,64 gram
9.     Pemakaian Aspal 6,50 %
6,5% x 1200 = 78
      Agregat          = 1200 – 78 = 1122 gram
      Coarse agregat           = 11% x 1122              = 134,64 gram
      Medium Agregat        = 49% x 1122              = 381,48 gram
      Fine Agregat              = 22% x 1122              = 179,52 gram
      Pasir / Filler                = 18% x 1122              = 426,36 gram

10.         Pemakaian Aspal 7,00 %
7,0% x 1200 = 84
      Agregat          = 1200 – 84 = 1116 gram
      Coarse agregat           = 11% x 1116              = 133,92 gram
      Medium Agregat        = 49% x 1116              = 379,44 gram
      Fine Agregat              = 22% x 1116              = 178,56 gram
      Pasir / Filler                = 18% x 1116              = 424,08 gram

3.6.    Pemeriksaan Keausan Agregat Dengan Mesin LOS ANGLES                       ( SNI. 03 – 2417 – 1991 )

3.5.1.   TUJUAN PERCOBAAN
Maksud pemeriksaan ini adalah untuk menentukan ketahanan agregat kasar dari   keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles.

3.5.2.   PERALATAN
Ø  Mesin Los Angeles
Ø  Timbangan dengan ketelitian satu gram
Ø  Bola-bola baja
Ø  Oven yang dilengkapi pengatur suhu
Ø  Ayakan nomor 12 dan ayakan0ayakan lainnya seperti pada tabel
Ø  Talam, dll.

3.5.3.   BAHAN
Ø  Aggregat yang tertahan pada ayakan-ayakan seperri pada tabel
Ø  Benda uji dicuci dan dikeringkan dalam oven
Ø  Tentukan berat benda uji sesuai tabel, kemidian campurkan.

3.5.4    CARA MELAKUKAN
Ø  Masukkan benda uji kedalam mesin Los Angeles, kemudian masukkan pula bola-bola baja sebanyak kebutuhan.
Ø  Putar mesin menurut banyaknya putaran.
Ø  Keluarkan benda uji, lalu diayak dengan saringan nomor 12.
Ø  Aggregat yang tertahan pada saringan lalu dicuci.
Ø  Keringkan dalama oven.
Ø  Timbang benda uji kering.

3.5.5.      PERHITUNGAN
                           A – B                          Dimana : A = berat benda uji semula
Keausan  =                     x 100%                           B = berat benda uji saringan
                              A                                                    no. 12

PEMERIKSAAN KEAUSAN (ABRASI) DENGAN MESIN LOS ANGLES

            Gradiasi

                             4
Saringan
                             I
       

Lewat

    

Tertahan

       
(a)

Berat Sebelum

(b)

Berat Sesudah


76,2 mm ( 3” )
63,5mm( 21\2)


63,5 mm (21/2 ) 
50,8mm (2” )


50,8 mm (2” )
37,5mm( 11/2)


37,5 mm (11/2)
25,4mm( 1”  )


25,4 mm ( 1” )
19,1mm(3/4”)


19,1 mm (3/4” )
12,7mm (1/2”)
2500

12,7 mm (1/2 “)
9,52mm (3/8”)
2500

9,52 mm (3/8”)
6,35mm (N0.3)


6,35 mm (No.3)
4,76mm (No.4)


4,76 mm (No.4)
2,38mm (No.8)


Jumlah Berat                          (A)=
5000

Berat tertahan saringan no.12 (B)=    

3936


                          Keausan   I.              A  =   5000        gram
                                                           B  =   3936        gram
                                                     A - B  =   1064        gram

                          Keausan    I.     =     A - B    x   100 %                   =            21,28 %
                                                              A
3.6.    Analisa Saringan Agregat Kasar & Halus ( SEIVE ANALISYS )                  ( SNI. 03 – 1968 – 1990 )

3.6.1             TUJUAN
       Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan.

3.6.2             PERALATAN
                                         Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji.
¨    Satu set saringan dengan ukuran 76,2 mm (3”), 63,55 mm (2,5), 50,8 mm (2”), 37,5 mm (1,5), 2,5 mm (1”), 19,1 mm (3/4”), 12,5 mm (1/2”), 9,5 mm (3/8”), no. 4 ; no. 8; no; 16, no ; 30, no ; 50, no ; 100, no ; 200 (standart ASTM).
¨    Oven yang dilengkapi pengukur suhu untu memanasi sampai (100 – 5 %).
¨    Alat pemisah contoh (sampler spliter).
¨    Mesin penggetar saringan.
¨    Talam-talam
¨    Kwas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.

3.6.3             BAHAN
                 Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak
¨         Agregat halus
1.        Ukuran maximum no. 4 ; berat minimum 500 gram.
2.        Ukuran maximum no. 8 ; berat minimum 100 gram.
¨         Agregat  kasar
1.        Ukuran maximum no. 3,5”  ;  berat minimum  35  kg
2.        Ukuran maximum no. 3,0”  ;  berat minimum  30  kg
3.        Ukuran maximum no. 2,3”  ;  berat minimum  23  kg
4.        Ukuran maximum no. 1,5”  ;  berat minimum  15  kg
5.        Ukuran maximum no. 1,0”  ;  berat minimum  10  kg
6.        Ukuran maximum no. 3/4”  ;  berat minimum    5  kg
7.        Ukuran maximum no. 1/2”  ;  berat minimum  2,5 kg
8.        Ukuran maximum no. 3/8”  ;  berat minimum     1 kg
        Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi dua bagian dengan saringan no.4 selanjutnya agregathalus dan kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantumdiatas.
        Benda uji disiapkan sesuai dengan prosedur, kecuali apabila butir yang melalui saringan no. 200 tidak perlu diketahui jumlahnya bila syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.

3.6.4.      CARA MELAKUKAN
¨    Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 – 50 C), sampai berat tetap.
¨    Saringan benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran paling besar ditempatkan palingn atas. Saringan digonjangkan dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit.

3.6.5.      PERHITUNGAN
               Hitung prosentase berat benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan terhadap berat total benda uji.

3.6.6.      LAPORAN
·      Jumlah prosentasi melalui masing-masing saringan atau jumlah prosentase diatas masing-masing saringan dalam bilangan bulat.
·      Grafik akumulatf.

3.7      Pemeriksaan Berat Jenis & Penyerapan Agregat Air                                          ( SNI. 03 – 1969 – 2008 )

3.7.1             TUJUAN
       Menentukan bulk dan apparent specific grafities dan absorption dari agregat kasar menurut ASTM C 127 guna menentukan volume agregat dalam beton.

3.7.2             PERALATAN
Ø  Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram, kapasitas minimum 5 kg
Ø  Keranjang besi dengan diameter 8” dan tinggi 2,5”
Ø  Alat penggantung keranjang
Ø  Oven     > Handuk

3.7.3             BAHAN
Ø  Benda uji direndam 24 jam
Ø  Benda uji digulung dengan handuk, sehingga air permukaannya habis, tetapi harus masih tanpa lembab ( kondisi SSD )
Ø  Benda uji dimasukkan ke keranjang dan direndam kembali dalam air. Temperatur air 73,4 ± 3°F dan ditimbang. Setelah ditimbang container diisi benda uji, digoyang-goyang dalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap.
Ø  Benda uji dikeringkan pada temperatur 212 - 130°F, didinginkan dan ditimbang.

3.7.4             PERHITUNGAN
                                                             A
Bulk Specific Gravity   =
                                               (B – C)

Dimana :  A  = berat ( gram ) dari benda uji oven dry di udara
                 B  = berat ( gram ) dari benda uji pada kondisi SSD
                 C  = berat ( gram ) dari bendauji pada kondisi jenuh


                                                         B
Bulk Specific Gravity (SSD) =
                                                      B – C
               
                                                          A                                                                                   
Apparent Specific Gravity     =
                                                      A – C

                                                      B – A
Prosentase Absorpsi               =                 x 100%
                                                          A

3.8.  PEMERIKSAAN BERAT JENIS & PENYERAPAN AGREGAT AIR ( SNI. 03 – 1970 –2008 )

3.8.1        TUJUAN
               Menentukan bulk dan apparent specific-Gravity dan absorpsi dari aggregat halus menurut ASTM C 128 guna menentukan volume aggregat halus dalam beton.

3.8.2        PERALATAN
Ø  Timbangan dengan kepekaan 0,1 gram kapasitas minimum 1 kg
Ø  Picnometer kapasitas 500 gram
Ø  Cetakan kerucut pasir
Ø  Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir.

3.8.3        BAHAN
               1000 gram aggregat halus yang didapat dari alat pemisah atau cara perempat.

3.8.4        CARA MELAKUKAN
Ø  Aggregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai didapat keadaan kering merata jika telah dapat tercurah ( free flowing condition )
Ø  Sebagian benda uji dimasukkan pada mental sand cone mold. Benda uji didapatkan dengan tongkat pemadat ( tempar ) sampai 25 kali tumbukan. Kondisi SSD ( survace dry condition ) diperoleh jika cetakan diangkat, aggregat halus runtuh / longsor.
Ø  Aggregat halus 500 gram dimasukkan dalam picnometer dan isikan air sampai 90% kapasitas, gelembung-gelembung udara dibebaskan dengan cara menggoyang-goyangkan picnometer. Rendam picnometer dengan temperatur 73,4 ±230°F ( ± 1 hari atau kurang )
Ø  Pisahkan benda uji dari picnometer dan keringkan pada temperatur   212 - 230°F  pekerjaan harus selesai dalam 1 hari
Ø  Tentukan berat picnometer berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada temperatur 73,4 ± 230°F, dengan ketelitian 0,1 gram.

3.8.5        PERHITUNGAN
   
                                                                     A
            Apperant Specific Gravity  =
                                                              A + D – C
                                                                    
                                                                     A
            Bulk Specific Gravity (dry) =
                                                              B + D – C

                                                                     B
            Bulk Specific Gravity (SSD) =
                                                               B + D – C

                                                                 B – A
            Absorpsi                              =                       x100%
                                                                    A                 
            Dimana :
            A = berat benda uji kering ( gram )
            B = berat dari benda uji dalam kondisi SSD ( gram )
            C = berat picnometer + contoh SSD + air (gram )
            D = berat picnometer + air ( gram )

3.8.6        LAPORAN
               Apperant Specific, Bulk Specific Gravity (dry), Bulk Specific Gravity (SSD), dan Persentase Absorp

3.9.    PENGAMBILAN SAMPLE

3.9.1   MAKSUD 
                        Mengambil contoh benda uji untuk test di laboratorium sebelum bahan dipergunakan di lapangan. Sampling ini harus dapat mewakili dari seluruh bahan yang ada yang akan dipergunakan dari seluruh bahan yang ada yang akan dipergunakan di lapangan.
            Cara-cara pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman :
1.      Sampling harus dapat mewakili dari seluruh parte yang ada.
2.      Periksa dan pisahkan juga dari tanda drum yang baik dan jelek.
3.       Kaleng untuk contoh harus dalam keadaan baik, bersih dan kering.
4.      Contoh tidak boleh kena debu ataupun kotoran yang lain.

3.9.2             PERALATAN
Ø  Kaleng untuk contoh
Ø  Spatula
Ø  Boor tangan
Ø  Kompor gas
Ø  Pisau
Ø  Sendok semen
Ø  Sarung tangan

3.9.3             PROSEDUR PELAKSANAAN
1.      Buka tutup drum kemudian masukkan boor tangan kira-kira 7 cm.
2.      Penahan pisau dan spatula.
3.      Ambil pisau dan spatula yang sudah dipanaskan lalu tusukkan kedalam Aspal sambil ditekan dan diputar mengelilingi boor tangan yang diboorkan pada Aspal.
4.      Buang permukaan Aspal kira-kira 7 cm dari permukaan Aspal.
5.      Ambil bahan uji dengan memutar boor tangan supaya Aspal/bahan uji nempel di boor tangan.
6.      Masukkan bahan uji ke dalam kaleng yang sudah disiapkan

3.10    Pemeriksaan Penetrasi
( SNI. 06 – 2438 – 1991 )

3.10.1         MAKSUD
               Untuk mengetahui sifat mekanis ( reologis ) yaitu penetrasi dari contoh Aspal keras terhadap pengaruh luar.

3.10.2         PERALATAN
Ø  Alat penetrasi               > Tin box
Ø  Pemegang jarum           > Bak Perendam
Ø  Pemberat                       > Tempat air dengan volume 350 m3
Ø  Jarum penetrasi             > Termometer

3.10.3         PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.          Panaskan Aspal keras secara perlahan-lahan sampai mencair sambil diaduk pelan-pelan, jumlahnya kira-kira cukup mengisi tin box pemeriksaan.
2.          Tuangkan contoh ke dalam tin box dan tutup agar contoh tidak terkontaminasi, diamkan selama 1 – 1,5 jam pada tempat air dalam water bath pada suhu 15 - 30°C.
3.          Pasang jarum pada pemegang dan pasang pembesar 50 gram untuk memperoleh beban 100 gram, jarum harus bersih dan masih baik.
4.          Pindahkan tempat air dari water bath ke bawah alat penetrasi.
5.          Letakkan jarum sedemikian rupa sehingga ujung jarum tepat dipermukaan contoh dan aturlah supaya jarum arloji tepat angka 0.
6.          Mulai pemeriksaan dengan melepaskan jarum, setelah lima detik, lihat arloji penetrasi penunjukan angka berapa dan catat.
       Pembulatan angka 0,1 mm terdekat.
7.          Lepaskan jarum penetrasi dari contoh dan bersihkan dengan bahan lap dicelupkan dalam ether
8.       Lakukan pemeriksaan penetrasi dalam tin box bisa sampai dengan tiga kali dengan jarak masing-masing 1 cm.
9.        Hasil pemeriksaan diambil rata-rata.
          Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1.        Setiap selesai pemeriksaan alat-alat seperti jarum penetrasi harus bersihkan dengan sulvent yang sesuai dan disimpan pada tempatnya, lampu dimatikan, tin box dibersihkan dan lainnya.
2.        Hindari contoh berceceran di tempat pemeriksaan dengan bekerja hati-hati.
3.        Pakailah alat-alat safety / keselamatan yang diperlukan.

3.11.    Pemeriksaan Titik  Lembek Aspal
            ( SNI. 06 – 2434 – 1991 )

3.11.1    MAKSUD
Untuk mengetahui temperatur / suhu pada saat dimana Aspal mulai menjadi lunak. Titik lembek Aspal tidaklah sama pada setiap hasil produksi Aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama.

3.11.2    PERALATAN
Ø  Cincin kuningan
Ø  Alat pengarah bola baja
Ø  Bola baja
                 >   Termometer
Ø  Statif
Ø  Tabung gas
Ø  Dudukan benda uji
Ø  Plat
Ø  Asbes
Ø  Pembakar bunsen



3.11.3    PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.    Panaskan Aspal keras secara perlahan-lahan sampai mencair sambil diaduk perlahan-lahan.
2.    Tuangkan contoh ke dalam dudukkan benda uji, diamkan selama 1 – 1,5 jam pada tempat air dalam water bath pada suhu 15 - 30°C.
3.    Setelah benda uji mencapai suhu ruang, letakkan dudukan benda uji pada plat kemudian masukkan ke dalam tabung gelas yang berisis air.
4.    Letakkan bola baja di atas banda uji, pasang asbes pada statif setelah itu letakkan tabung gelas di atas asbes.
5.    Letakkan pemanas bunsen dibawah asbes kemudian nyalakan sampai air di dalam tabung gelas mencapai temperatur tertentu sehingga bola baja yang diletakkan diatas benda uji jatuh melalui jarak 25,4 mm      ( 1 inch ).

3.12.    Pemeriksaan Titik  Nyala Aspal
            ( SNI. 06 – 2433 – 1991 )

3.12.1     MAKSUD
Untuk menentukan suhu dimana Aspal terlihat menyala singkat dipermukaan Aspal, dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pemanasan Aspal sehingga Aspal tidak terbakar. Pemeriksaan harus dilakukan dalam ruang gelap sehingga dapat segera diketahui timbulnya nyala pertama.

3.12.2 PERALATAN
Ø  Cawan cleveland
Ø  Termometer
Ø  Plat pemanas
Ø  Pemanas bunsen
Ø  Pematik api
Ø  Statif

3.12.3     PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.      Pemanas contoh uji hingga mencapai suhu 150°C dan aduk pelan-pelan.
2.      Tuang contoh uji kedalam cleveland open cup yang berbentuk cawan dari kuningan dan diletakkan pada plat pemanas.
3.      Tentukan titik nyala perkiraan.
4.      Catat waktu dan suhu mulai pada saat 56°C dibawah titik nyala perkiraan
5.      Lanjutkan pencatatan waktu dan suhu tiap-tiap 5°C dibawah perkiraan titik nyala hingga mencapai temperatur titik nyala yang sesungguhnya.

3.13      Pemeriksaan Kehilangan Berat
          (SNI. 06 – 244 – 1991)

3.13.1         MAKSUD
   Untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan – bahan yang menguap bahan Aspal. Penurunan berat yang besar menunjukkan banyaknya bahan yang hilang karena penguapan.

3.13.2         PERALATAN
·         Oven yang dilengkapi dengan piring yang berdiameter 25 cm tergantung melalui poros vertical yang dapat berputar dengan kecepatan 5-6 putaran / menit.
·         Timbangan dengan ketelitian 0,2 gram.
·         Cawaa.

3.13.3     PROSEDUR PEMERIKSAAN
·           Tuang contoh uji kedalam cawan.
·           Kemudian timbang sebelum dipanaskan.
·           Masukkan contoh uji kedalam oven selama 5 jam dengan suhu oven 163 0C.
·           Setelah itu timbang contoh uji setelah dipanaskan (setelah keluar oven).

3.13.4     PERHITUNGAN
                                                         Berat sebelum pemanasan
       Prosentase kehilangan berat =                                              x  100 %
                                                          Berat setelah pemanasan

3.14      Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Keras

3.14.1.    MAKSUD
                    Untuk menentukan perbandingan antara berat Aspal isi yang beratnya sama dengan air yang menempati Aspal tersebut pada suhu tersebut.

3.14.2         PERALATAN
·            Picnometer
·            Termometer
·            Water Bath
·            Kapas
·            Air
·            Bejana

3.14.3. PROSEDUR PEMERIKSAAN
·            Panaskan contoh uji sampai cair dan aduk
·           Bersihkan dan keringkan picnometer timbang dengan ketelitian 1 mg = A gram. Contoh uji yang sudah siap dituangkan dalam picnometer sampai terisi + dinginkan sampai suhu ruang 25 0C / rendam dalam bejana dingin timbang = 3 gram
·           Isi picnometer dengan air sampai batas tutup picnometer dan timbang dengan ketelitian 1 mg = 3 gram
·           Hitung berat jenis Aspal dengan rumus :
                        (t – A)
B.J    =                                  
               (B – A) – (B – t)

0 komentar:

Posting Komentar

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut