RANCANGAN
CAMPURAN
ASPAL
AC
3.1. Pengertian
Jika
agregat dicampur dengan Aspal maka :
Partikel-partikel antar agregat akan
terikat satu sama lain oleh Aspal.
1.
Rongga-rongga agregat ada yang
terisi Aspal dan ada pula yang terisi udara.
2.
Terdapat rongga antar butir yang
terisi udara.
3.
Terdapat lapisan Aspal yang
ketebalannya tergantung dari kadar Aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti
partikel-partikel agregat.
Lapisan Aspal yang baik haruslah
memenuhi empat syarat yaitu stabilitas, durabilitas, fleksibilitas, dan tahanan
geser, tetapi jika memakai gradasi rapat (densegraded) akan menghasilkan
kepadatan yang baik, berarti memberikan stabilitas yang baik, tetapi mempunyai
rongga pori
yang kecil sehingga memberikan kelenturan (fleksibilitas) yang kurang baik dan
akibat tambahan pemadatan dari beban lintas berulang serta Aspalyang mencair
akibat pengaruh cuaca akan memberikan tahanan geser yang kecil.
Sebaliknya jika menggunakan gradasi terbuka, akan diperoleh kelenturan yang baik tetapi stabilitas yang kecil. Kadar Aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lapisan pengikat antar butir kurang, lebih-lebih jika kadar rongga yang dapat diresapi Aspal besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat Aspal cepat lepas dan durabilitas berkurang. Kadar Aspal yang tinggi mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang.
Sebaliknya jika menggunakan gradasi terbuka, akan diperoleh kelenturan yang baik tetapi stabilitas yang kecil. Kadar Aspal yang terlalu sedikit akan mengakibatkan lapisan pengikat antar butir kurang, lebih-lebih jika kadar rongga yang dapat diresapi Aspal besar. Hal ini akan mengakibatkan lapisan pengikat Aspal cepat lepas dan durabilitas berkurang. Kadar Aspal yang tinggi mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa haruslah ditentukan campuran antara
agregat dan Aspal seoptimal mungkin sehingga dihasilkan lapisan perkerasan
dengan yang seoptimal mungkin.
Dengan
kata lain harus direncanakan campuran yang meliputi gradasi (dengan memperhatikan mutu agregat) Aspal
sehingga dihasilkan lapisan perkerasan yang dapat memenuhi keempat syarat
diatas yaitu :
1.
Kadar Aspal cukup memberikan
kelenturan
2.
Stabilitas cukup memberikan
kemampuan memiliki beban sehingga tak terjadi deformasi yang merusak.
3.
Kadar rongga cukup memberikan
kesempatan unuk pemadatan tambahan akibat beban berulang dan flow dari Aspal.
4.
Dapat mberikan kemudahan kerja
sehingga tak terjadi segregasi.
5.
Dapat menghasilkan campuran yang
akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuia dengan persyaratan dalam
pemilihan lapisan perkerasan pada tahap perencanaan.
Dengan demikian faktor yang
mempengaruhi kualitas dari sapal beton adalah :
1. Absorbsi Aspal.
2.
Kadar Aspal efektif.
3.
Rongga antar butir (VMA) Void
Material Air
4.
Rongga udara dalam campuran (VIM)
Void Indeks Material.
5.
Gradasi agregat.
3.2. Pemeriksaan Dengan Alat Marshall.
( SK. SNI. M – 58 – 1990 – 03 )
Kinerja
campuran Aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari
campuran Aspal dan agregat. Kelelehan
plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat
suatu beban sampai batas runtuh dinyatakan dalam milimeter atau 0,01”.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang
dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau
5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk
mengukur stabilitas campuran disampingkan itu terdapat arloji (flow meter)
untuk mengukur kelelehan plastis (flow).
Benda uji berbentuk silinder
dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan dilaboratorium, dalam
cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon
(4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm), dibebani dengan kecepatan tetap
50 mm/menit. Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh
data-data sebagai berikut :
1.
Kadar Aspal, dinyatakan dalam
bilangan desimal satu angka dibelakang koma.
2.
Berat volume dinyatakan dalam ton/m3
3.
Stabilitas, dinyatakan dalam
bilangan bulat. Stabilitas menunjukan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya
alur (ring).
4.
Kelelehan plastis (flow),
dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Flow dapatmerupakan idikator terhadap
lentur.
5.
VIM, persen rongga dalam campuran,
dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka dibelakang koma. VIM merupakan
indikator dari durabilitas, kemungkinan bleeding.
6.
VMA, persen rongga terhadap
agregat, dinyatakan bilangan bulat VMA bersama dengan VIM merupakan indikator
dari durabilitas.
7.
Hasil bagi Marshall
(Quotient, Marshall,
merupakan hasil bagi stabilitas dan flow dinyatakan dalam KN/mm. Merupakan
indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan.
8.
Penyerapan Aspal, persen terhadap
berat campuran, sehingga diperoleh gambaran beberapa kadar Aspal effektifnya.
9.
Tebal lapisan Aspal (film Aspal),
dinyatakan dalam mm. Merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran.
10. Kadar
Aspal effektif, dinyatakan dalam bilangan dsimal satu angka dibelakang koma.
3.3 Spesifikasi Campuran
Dari bab-bab sebelum ini
terlihat bahwa sifat campuran sangat ditentukan dari gradasi aggregat,kapal Aspal
total dan kadar Aspal efektif,VIM,VMA,dan sifat bahan mentah sendiri variasi
dari hal tersebut diatas akan menghasilkan kualitas dan keseragaman campuran
yang berbeda -beda .Untuk itu agagr dapat memenuhi kualitas dan keseragaman
jenis lapisan yang telah dipilih dalam perencanaan perlu dibuatkan spesipikasi
campuran yang menjadi dasar pelaksanaan dilapangan .Dengan spesipikasi itu
diharapkan dapat diperoleh sifat campuran yang memenuhi syarat teknis dan
keawetan yang diharapkan.
Spesifikasi campuran berbeda-beda,
dipengaruhi oleh :
Ø
Perencanaan tebal perkerasan, yang
dipengaruhi oleh metode apa yang dipergunakan.
Ø
Ekspresi gradasi aggregat, yang
dinyatakan dalam nomor saringan. Nomor-nomor saringan mana saja yang
dipergunakan dalam spesifikasi.
Ø
Kadar Aspal yang umum dinyatakan
dalam persen terhadap berat campuran seluruhnya.
Ø
Komposisi dari campuran, meliputi
aggregat dengan gradasi yang bagaimana yang akan dipergunakan.
Ø
Sifat campuran yang diinginkan,
dinyatakan dalam nilai stabilitas, flow, VIM, VMA, tebal film Aspal.
Ø
Metode rencana campuran yang
digunakan.
Persyaratan
Sifat Campuran :
Campuran
Aspal harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Tabel 6.3.3.
Tabel
6.3.3. Persyaratan sifat campuran.
SIFAT Campuran
|
HRSS
|
HRSS
A |
HRS
B |
AC
|
ATB
|
|
Kadar Aspal efektif
Kadar penyerapan Aspal
Kadar Aspal total Minimum
|
Minimum
Maximum
Minimum
|
9.1
2.0
10.3
|
7.9
2.0
8.9
|
6.8
1.7
7.3
|
1.7
4.3-7.0
|
5.5
1.7
6.0
|
Kadar Rongga udara dari campuran padat (% terhadap
volume total campuran )
|
Minimum
Maximum
|
4
9
|
4
9
|
4
6
|
3
6
|
4
8
|
Marshall Quotient (1)
(AASHTO T245-78) (KN/mm)
|
Minimum
Maximum
|
0.8
4.0
|
0.8
4.0
|
4.0
|
1.8
5.0
|
1.8
5.0
|
Stabilitas Marshall
(AASHTO T245-78) (KN/mm)
|
Minimum
Maximum
|
200
850
|
200
850
|
450
850
|
750
850
|
750
-
|
Stabilitas Marshall tersisa setelah perendaman
selama 24 jam pada 60 (% terhadap stabilitas semula)
|
Minimum
|
75
|
75
|
75
|
75
|
75
|
Sumber : Buku Volume-volume Speksifikasi teknik Bina Marga
Jenis campuran yang
ditetapkan dalam Gambar 2.01 berdasarkan asumsi kondisi jalan yang datar ( atau
kemiringan landai ) dan kondisi lalu lintas jalan antar kota. Jenis campuran sebenarnya yang
diperlukan pada setiap bagian jalan, harus sesuai dengan instruksi Direksi
Teknik untuk memenuhi kondisi lalu lintas dan kelandaian jalan.
Bahan Aspal
yang terkandung dari benda uji pada campuran kerja harus mempunyai nilai
penetrasi tidak kurang dari 70% terhadap nilai penetrasi Aspal sebelum
pencampuran dan nilai Duktilitas tidak kurang dari 40 cm, bila diperiksa
masing-masing dengan AASHTO T49 dan T51.
Bahan Aspal
harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara AASHTO T164. Setelah
konsentrasi bahan Aspal yang terekstraksi mencapai 200 mm, partikel mineral
yang terkandung harus dipindahkan kedalam suatu sentrifugal.
Angka Korelasi Beban (Stability)
Isi benda uji (cm)3
|
Tebal benda uji (mm)
|
Angka korelasi
|
||
200 – 213
214 – 225
226 – 237
238 – 250
251 – 264
265 – 276
277 – 289
290 – 301
302 – 316
317 – 328
329 – 340
341 – 353
354 – 367
368 – 379
380 – 392
393 – 405
406 – 420
421 – 431
432 – 443
444 – 456
457 – 470
471 – 482
483 – 495
496 – 508
509 – 522
523 – 535
536 – 546
547 – 559
560 – 573
574 – 585
586 – 598
599 – 610
|
25,4
27,0
28,6
30,2
31,8
33,3
34,9
36,5
38,1
39,7
41,3
42,9
44,4
46,0
47,6
49,2
50,8
52,4
54,0
55,6
57,2
58,7
60,3
61,9
63,5
65,1
66,7
68,3
69,9
71,4
73,0
74,6
76,2
|
5,56
5,00
4,55
4,17
3,85
3,57
3,33
3,03
2,78
2,50
2,27
2,08
1,92
1,79
1,67
1,56
1,47
1,39
1,32
1,25
1,19
1,14
1,09
1,04
1,00
0,96
0,93
0,89
0,86
0,83
0,81
0,78
0,76
|
Sumber : SK.SNI.03-1968-1990
3.4 Rencana Campuran Marshall untuk AC
Volume Mol Aspal = 1200 Gram
1.
Pemakaian Aspal 5,50 %
5.5% x 1200 = 66
Agregat =
1200 – 66 = 1134 gram
Coarse agregat = 12% x 1134 = 136,08 gram
Medium Agregat = 33% x 1134 =
374,22 gram
Fine Agregat = 47% x 1134 = 532,98 gram
Pasir /
Filler = 8% x 1134 = 90,72 gram
2.
Pemakaian Aspal 6,00 %
6,0
% x 1200 =
72
Agregat =
1200 – 72 = 1128 gram
Coarse agregat = 12% x 1128 = 135,36 gram
Medium Agregat = 33% x 1128 = 372,24 gram
Fine Agregat = 47% x 1128 = 530,16 gram
Pasir / Filler = 8% x 1128 = 90,24 gram
3.
Pemakaian Aspal 6,50 %
6,5%
X 1200 = 78
Agregat = 1200 – 78 = 1122 gram
Coarse agregat = 12% x 1122 =
134,64 gram
Medium Agregat = 33% x 1122 =
370,26 gram
Fine Agregat = 47% x 1122 = 527,34 gram
Pasir / Filler = 8% x 1122 =
89,76 gram
4.
Pemakaian Aspal 7,00 %
7% x
1200 = 84
Agregat = 1200 – 84 = 1116 gram
Coarse agregat = 12% x 1116 =
133,92gram
Medium Agregat = 33% x 1116 =
368,28 gram
Fine Agregat = 47% x 1116 =
524,52 gram
Pasir / Filler = 8% x 1116 =
89,28 gram
5.
Pemakaian Aspal 7,50 %
7,5% x 1200
= 90
Agregat =
1200 – 90 = 1110 gram
Coarse agregat = 12% x 1110 =
133,20 gram
Medium Agregat = 33% x 1110 =
366,30 gram
Fine Agregat = 47% x 1110 =
155,40 gram
Pasir / Filler = 8% x 1110 =
88,80 gram
3.5 Rencana Campuran Marshall untuk ATB
Volume Mol Aspal = 1200 Gram
6.
Pemakaian Aspal 5,00 %
5.0% x 1200 = 60
Agregat =
1200 – 60 = 1140 gram
Coarse agregat = 12% x 1140 = 136,80 gram
Medium Agregat = 34% x 1140 =
387,60 gram
Fine Agregat = 16% x 1140 = 182,40 gram
Pasir /
Filler = 38% x 1140 = 433,20 gram
7.
Pemakaian Aspal 5,50 %
5,5
% x 1200 = 66
Agregat
= 1200 – 66 = 1134
gram
Coarse agregat = 12% x 1134 = 136,08 gram
Medium Agregat = 34% x 1134 = 385,56 gram
Fine Agregat = 16% x 1134 = 181,44 gram
Pasir / Filler = 38% x 1134 =
430,92 gram
8.
Pemakaian Aspal 6,00 %
6,0%
X 1200 = 72
Agregat = 1200 – 72 = 1128 gram
Coarse agregat = 12% x 1128 =
135,36 gram
Medium Agregat = 34% x 1128 =
383,52 gram
Fine Agregat = 16% x 1128 = 180,48 gram
Pasir / Filler = 38% x 1128 =
428,64 gram
9.
Pemakaian Aspal 6,50 %
6,5% x 1200
= 78
Agregat =
1200 – 78 = 1122 gram
Coarse agregat = 11% x 1122 =
134,64 gram
Medium Agregat = 49% x 1122 =
381,48 gram
Fine Agregat = 22% x 1122 =
179,52 gram
Pasir / Filler = 18% x 1122 =
426,36 gram
10.
Pemakaian Aspal 7,00 %
7,0% x 1200
= 84
Agregat =
1200 – 84 = 1116 gram
Coarse agregat = 11% x 1116 =
133,92 gram
Medium Agregat = 49% x 1116 =
379,44 gram
Fine Agregat = 22% x 1116 =
178,56 gram
Pasir / Filler = 18% x 1116 =
424,08 gram
3.6. Pemeriksaan Keausan
Agregat Dengan Mesin LOS ANGLES ( SNI. 03 – 2417 – 1991 )
3.5.1. TUJUAN
PERCOBAAN
Maksud pemeriksaan ini
adalah untuk menentukan ketahanan agregat kasar dari keausan dengan mempergunakan mesin Los
Angeles.
3.5.2. PERALATAN
Ø
Mesin Los Angeles
Ø
Timbangan dengan ketelitian satu
gram
Ø
Bola-bola baja
Ø
Oven yang dilengkapi pengatur suhu
Ø
Ayakan nomor 12 dan ayakan0ayakan
lainnya seperti pada tabel
Ø
Talam, dll.
3.5.3. BAHAN
Ø
Aggregat yang tertahan pada
ayakan-ayakan seperri pada tabel
Ø
Benda uji dicuci dan dikeringkan
dalam oven
Ø
Tentukan berat benda uji sesuai
tabel, kemidian campurkan.
3.5.4
CARA MELAKUKAN
Ø
Masukkan benda uji kedalam mesin Los Angeles, kemudian
masukkan pula bola-bola baja sebanyak kebutuhan.
Ø
Putar mesin menurut banyaknya
putaran.
Ø
Keluarkan benda uji, lalu diayak
dengan saringan nomor 12.
Ø
Aggregat yang tertahan pada
saringan lalu dicuci.
Ø
Keringkan dalama oven.
Ø
Timbang benda uji kering.
3.5.5. PERHITUNGAN
A
– B Dimana : A =
berat benda uji semula
Keausan = x 100% B = berat benda uji saringan
A no. 12
PEMERIKSAAN KEAUSAN (ABRASI) DENGAN MESIN LOS ANGLES
Gradiasi |
4
|
||
Saringan
|
I
|
||
Lewat |
Tertahan |
(a)
Berat Sebelum |
(b)
Berat Sesudah |
76,2 mm (
3” )
|
63,5mm(
21\2)
|
||
63,5 mm
(21/2 )
|
50,8mm
(2” )
|
||
50,8 mm
(2” )
|
37,5mm(
11/2)
|
||
37,5 mm
(11/2)
|
25,4mm(
1” )
|
||
25,4 mm (
1” )
|
19,1mm(3/4”)
|
||
19,1 mm
(3/4” )
|
12,7mm
(1/2”)
|
2500
|
|
12,7 mm (1/2
“)
|
9,52mm
(3/8”)
|
2500
|
|
9,52 mm
(3/8”)
|
6,35mm
(N0.3)
|
||
6,35 mm
(No.3)
|
4,76mm
(No.4)
|
||
4,76 mm
(No.4)
|
2,38mm
(No.8)
|
||
Jumlah
Berat (A)=
|
5000
|
||
Berat
tertahan saringan no.12 (B)=
|
3936
|
Keausan I. A
= 5000 gram
B =
3936 gram
A - B = 1064
gram
Keausan I. = A
- B x 100 % = 21,28 %
A
3.6. Analisa Saringan Agregat Kasar & Halus (
SEIVE ANALISYS ) ( SNI. 03 – 1968 – 1990 )
3.6.1
TUJUAN
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan
agregat halus dengan menggunakan saringan.
3.6.2
PERALATAN
Timbangan
dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji.
¨
Satu set saringan dengan ukuran
76,2 mm (3”), 63,55 mm (2,5), 50,8 mm (2”), 37,5 mm (1,5), 2,5 mm (1”), 19,1 mm
(3/4”), 12,5 mm (1/2”), 9,5 mm (3/8”), no. 4 ; no. 8; no; 16, no ; 30, no ; 50,
no ; 100, no ; 200 (standart ASTM).
¨
Oven yang dilengkapi pengukur suhu
untu memanasi sampai (100 – 5 %).
¨
Alat pemisah contoh (sampler
spliter).
¨
Mesin penggetar saringan.
¨
Talam-talam
¨
Kwas, sikat kuningan, sendok dan
alat-alat lainnya.
3.6.3
BAHAN
Benda uji diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak
¨
Agregat
halus
1.
Ukuran maximum no. 4 ; berat
minimum 500 gram.
2.
Ukuran maximum no. 8 ; berat
minimum 100 gram.
¨
Agregat kasar
1.
Ukuran maximum no. 3,5” ;
berat minimum 35 kg
2.
Ukuran maximum no. 3,0” ;
berat minimum 30 kg
3.
Ukuran maximum no. 2,3” ;
berat minimum 23 kg
4.
Ukuran maximum no. 1,5” ;
berat minimum 15 kg
5.
Ukuran maximum no. 1,0” ;
berat minimum 10 kg
6.
Ukuran maximum no. 3/4” ;
berat minimum 5 kg
7.
Ukuran maximum no. 1/2” ;
berat minimum 2,5 kg
8.
Ukuran maximum no. 3/8” ;
berat minimum 1 kg
Bila agregat berupa campuran dari
agregat halus dan kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi dua bagian dengan
saringan no.4 selanjutnya agregathalus dan kasar disediakan sebanyak jumlah
seperti tercantumdiatas.
Benda uji disiapkan sesuai dengan
prosedur, kecuali apabila butir yang melalui saringan no. 200 tidak perlu diketahui
jumlahnya bila syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.
3.6.4. CARA
MELAKUKAN
¨
Benda uji dikeringkan dalam oven
dengan suhu (110 – 50 C), sampai berat tetap.
¨
Saringan benda uji lewat susunan
saringan dengan ukuran paling besar ditempatkan palingn atas. Saringan
digonjangkan dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit.
3.6.5. PERHITUNGAN
Hitung
prosentase berat benda uji yang tertahan diatas masing-masing saringan terhadap
berat total benda uji.
3.6.6. LAPORAN
·
Jumlah prosentasi melalui
masing-masing saringan atau jumlah prosentase diatas masing-masing saringan
dalam bilangan bulat.
·
Grafik akumulatf.
3.7
Pemeriksaan Berat Jenis & Penyerapan
Agregat Air ( SNI. 03 – 1969 – 2008 )
3.7.1
TUJUAN
Menentukan bulk
dan apparent specific grafities dan absorption dari agregat kasar menurut ASTM
C 127 guna menentukan volume agregat dalam beton.
3.7.2
PERALATAN
Ø Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram, kapasitas minimum 5
kg
Ø Keranjang besi dengan diameter 8” dan tinggi 2,5”
Ø Alat penggantung keranjang
Ø Oven > Handuk
3.7.3
BAHAN
Ø Benda uji direndam 24 jam
Ø Benda uji digulung dengan handuk, sehingga air permukaannya
habis, tetapi harus masih tanpa lembab ( kondisi SSD )
Ø Benda uji dimasukkan ke keranjang dan direndam kembali dalam
air. Temperatur air 73,4 ± 3°F dan ditimbang. Setelah ditimbang container diisi
benda uji, digoyang-goyang dalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap.
Ø Benda uji dikeringkan pada temperatur 212 - 130°F,
didinginkan dan ditimbang.
3.7.4
PERHITUNGAN
A
Bulk
Specific Gravity =
(B – C)
Dimana :
A = berat ( gram ) dari benda uji
oven dry di udara
B =
berat ( gram ) dari benda uji pada kondisi SSD
C =
berat ( gram ) dari bendauji pada kondisi jenuh
B
Bulk
Specific Gravity (SSD) =
B – C
A
Apparent
Specific Gravity =
A – C
B – A
Prosentase
Absorpsi = x 100%
A
3.8. PEMERIKSAAN
BERAT JENIS & PENYERAPAN AGREGAT AIR ( SNI.
03 – 1970 –2008 )
3.8.1
TUJUAN
Menentukan
bulk dan apparent specific-Gravity dan absorpsi dari aggregat halus menurut
ASTM C 128 guna menentukan volume aggregat halus dalam beton.
3.8.2
PERALATAN
Ø Timbangan dengan kepekaan 0,1 gram kapasitas minimum 1 kg
Ø Picnometer kapasitas 500 gram
Ø Cetakan kerucut pasir
Ø Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir.
3.8.3
BAHAN
1000
gram aggregat halus yang didapat dari alat pemisah atau cara perempat.
3.8.4
CARA MELAKUKAN
Ø Aggregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai didapat
keadaan kering merata jika telah dapat tercurah ( free flowing condition )
Ø Sebagian benda uji dimasukkan pada mental sand cone mold.
Benda uji didapatkan dengan tongkat pemadat ( tempar ) sampai 25 kali tumbukan.
Kondisi SSD ( survace dry condition ) diperoleh jika cetakan diangkat, aggregat
halus runtuh / longsor.
Ø Aggregat halus 500 gram dimasukkan dalam picnometer dan
isikan air sampai 90% kapasitas, gelembung-gelembung udara dibebaskan dengan
cara menggoyang-goyangkan picnometer. Rendam picnometer dengan temperatur 73,4
±230°F ( ± 1 hari atau kurang )
Ø Pisahkan benda uji dari picnometer dan keringkan pada
temperatur 212 - 230°F pekerjaan harus selesai dalam 1 hari
Ø Tentukan berat picnometer berisi air sesuai dengan
kapasitas kalibrasi pada temperatur 73,4 ± 230°F, dengan ketelitian 0,1 gram.
3.8.5
PERHITUNGAN
A
Apperant Specific Gravity =
A + D – C
A
Bulk Specific Gravity (dry) =
B + D – C
B
Bulk Specific Gravity (SSD) =
B + D – C
B –
A
Absorpsi = x100%
A
Dimana :
A = berat
benda uji kering ( gram )
B = berat
dari benda uji dalam kondisi SSD ( gram )
C = berat
picnometer + contoh SSD + air (gram )
D = berat
picnometer + air ( gram )
3.8.6
LAPORAN
Apperant
Specific, Bulk Specific Gravity (dry), Bulk Specific Gravity (SSD), dan
Persentase Absorp
3.9. PENGAMBILAN SAMPLE
3.9.1
MAKSUD
Mengambil contoh benda uji untuk test di laboratorium
sebelum bahan dipergunakan di lapangan. Sampling ini harus dapat mewakili dari
seluruh bahan yang ada yang akan dipergunakan dari seluruh bahan yang ada yang
akan dipergunakan di lapangan.
Cara-cara pengambilan, penyimpanan, dan
pengiriman :
1.
Sampling harus
dapat mewakili dari seluruh parte yang ada.
2.
Periksa dan
pisahkan juga dari tanda drum yang baik dan jelek.
3.
Kaleng untuk contoh harus dalam keadaan baik,
bersih dan kering.
4.
Contoh tidak
boleh kena debu ataupun kotoran yang lain.
3.9.2
PERALATAN
Ø Kaleng untuk contoh
Ø Spatula
Ø Boor tangan
Ø Kompor gas
Ø Pisau
Ø Sendok semen
Ø Sarung tangan
3.9.3
PROSEDUR PELAKSANAAN
1.
Buka tutup drum
kemudian masukkan boor tangan kira-kira 7 cm.
2.
Penahan pisau
dan spatula.
3.
Ambil pisau dan
spatula yang sudah dipanaskan lalu tusukkan kedalam Aspal sambil ditekan dan
diputar mengelilingi boor tangan yang diboorkan pada Aspal.
4.
Buang permukaan Aspal
kira-kira 7 cm dari permukaan Aspal.
5.
Ambil bahan uji
dengan memutar boor tangan supaya Aspal/bahan uji nempel di boor tangan.
6.
Masukkan bahan
uji ke dalam kaleng yang sudah disiapkan
3.10 Pemeriksaan Penetrasi
( SNI. 06 –
2438 – 1991 )
3.10.1
MAKSUD
Untuk
mengetahui sifat mekanis ( reologis ) yaitu penetrasi dari contoh Aspal keras
terhadap pengaruh luar.
3.10.2
PERALATAN
Ø Alat penetrasi >
Tin box
Ø Pemegang jarum >
Bak Perendam
Ø Pemberat >
Tempat air dengan volume 350 m3
Ø Jarum penetrasi >
Termometer
3.10.3
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.
Panaskan Aspal
keras secara perlahan-lahan sampai mencair sambil diaduk pelan-pelan, jumlahnya
kira-kira cukup mengisi tin box pemeriksaan.
2.
Tuangkan contoh
ke dalam tin box dan tutup agar contoh tidak terkontaminasi, diamkan selama 1 –
1,5 jam pada tempat air dalam water bath pada suhu 15 - 30°C.
3.
Pasang jarum
pada pemegang dan pasang pembesar 50 gram untuk memperoleh beban 100 gram,
jarum harus bersih dan masih baik.
4.
Pindahkan tempat
air dari water bath ke bawah alat penetrasi.
5.
Letakkan jarum
sedemikian rupa sehingga ujung jarum tepat dipermukaan contoh dan aturlah
supaya jarum arloji tepat angka 0.
6.
Mulai
pemeriksaan dengan melepaskan jarum, setelah lima detik, lihat arloji penetrasi
penunjukan angka berapa dan catat.
Pembulatan angka
0,1 mm terdekat.
7.
Lepaskan jarum
penetrasi dari contoh dan bersihkan dengan bahan lap dicelupkan dalam ether
8. Lakukan
pemeriksaan penetrasi dalam tin box bisa sampai dengan tiga kali dengan jarak
masing-masing 1 cm.
9.
Hasil
pemeriksaan diambil rata-rata.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1.
Setiap selesai
pemeriksaan alat-alat seperti jarum penetrasi harus bersihkan dengan sulvent
yang sesuai dan disimpan pada tempatnya, lampu dimatikan, tin box dibersihkan
dan lainnya.
2.
Hindari contoh
berceceran di tempat pemeriksaan dengan bekerja hati-hati.
3.
Pakailah
alat-alat safety / keselamatan yang diperlukan.
3.11. Pemeriksaan Titik Lembek Aspal
( SNI. 06 – 2434 – 1991 )
3.11.1
MAKSUD
Untuk mengetahui temperatur / suhu
pada saat dimana Aspal mulai menjadi lunak. Titik lembek Aspal tidaklah sama
pada setiap hasil produksi Aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama.
3.11.2
PERALATAN
Ø Cincin kuningan
Ø Alat pengarah bola baja
Ø Bola baja
> Termometer
Ø Statif
Ø Tabung gas
Ø Dudukan benda uji
Ø Plat
Ø Asbes
Ø Pembakar bunsen
3.11.3
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.
Panaskan Aspal
keras secara perlahan-lahan sampai mencair sambil diaduk perlahan-lahan.
2.
Tuangkan contoh
ke dalam dudukkan benda uji, diamkan selama 1 – 1,5 jam pada tempat air dalam
water bath pada suhu 15 - 30°C.
3.
Setelah benda
uji mencapai suhu ruang, letakkan dudukan benda uji pada plat kemudian masukkan
ke dalam tabung gelas yang berisis air.
4.
Letakkan bola
baja di atas banda uji, pasang asbes pada statif setelah itu letakkan tabung
gelas di atas asbes.
5.
Letakkan pemanas
bunsen dibawah asbes kemudian nyalakan sampai air di dalam tabung gelas
mencapai temperatur tertentu sehingga bola baja yang diletakkan diatas benda
uji jatuh melalui jarak 25,4 mm ( 1
inch ).
3.12. Pemeriksaan Titik Nyala Aspal
(
SNI. 06 – 2433 – 1991 )
3.12.1
MAKSUD
Untuk menentukan suhu dimana Aspal
terlihat menyala singkat dipermukaan Aspal, dan suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala perlu diketahui untuk memperkirakan
temperatur maksimum pemanasan Aspal sehingga Aspal tidak terbakar. Pemeriksaan
harus dilakukan dalam ruang gelap sehingga dapat segera diketahui timbulnya
nyala pertama.
3.12.2 PERALATAN
Ø Cawan cleveland
Ø Termometer
Ø Plat pemanas
Ø Pemanas bunsen
Ø Pematik api
Ø Statif
3.12.3
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.
Pemanas contoh
uji hingga mencapai suhu 150°C dan aduk pelan-pelan.
2.
Tuang contoh uji
kedalam cleveland open cup yang berbentuk cawan dari kuningan dan diletakkan
pada plat pemanas.
3.
Tentukan titik
nyala perkiraan.
4.
Catat waktu dan
suhu mulai pada saat 56°C dibawah titik nyala perkiraan
5.
Lanjutkan
pencatatan waktu dan suhu tiap-tiap 5°C dibawah perkiraan titik nyala hingga
mencapai temperatur titik nyala yang sesungguhnya.
3.13 Pemeriksaan Kehilangan Berat
(SNI.
06 – 244 – 1991)
3.13.1
MAKSUD
Untuk mengetahui pengurangan berat
akibat penguapan bahan – bahan yang menguap bahan Aspal. Penurunan berat yang
besar menunjukkan banyaknya bahan yang hilang karena penguapan.
3.13.2
PERALATAN
·
Oven yang
dilengkapi dengan piring yang berdiameter 25 cm tergantung melalui poros
vertical yang dapat berputar dengan kecepatan 5-6 putaran / menit.
·
Timbangan dengan
ketelitian 0,2 gram.
·
Cawaa.
3.13.3 PROSEDUR PEMERIKSAAN
·
Tuang contoh uji
kedalam cawan.
·
Kemudian timbang
sebelum dipanaskan.
·
Masukkan contoh
uji kedalam oven selama 5 jam dengan suhu oven 163 0C.
·
Setelah itu
timbang contoh uji setelah dipanaskan (setelah keluar oven).
3.13.4 PERHITUNGAN
Berat sebelum pemanasan
Prosentase kehilangan berat =
x 100 %
Berat setelah pemanasan
3.14
Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Keras
3.14.1. MAKSUD
Untuk
menentukan perbandingan antara berat Aspal isi yang beratnya sama dengan air
yang menempati Aspal tersebut pada suhu tersebut.
3.14.2
PERALATAN
·
Picnometer
·
Termometer
·
Water Bath
·
Kapas
·
Air
·
Bejana
3.14.3. PROSEDUR PEMERIKSAAN
·
Panaskan contoh uji sampai cair dan aduk
·
Bersihkan dan keringkan picnometer timbang dengan ketelitian 1 mg = A
gram. Contoh uji yang sudah siap dituangkan dalam picnometer sampai terisi +
dinginkan sampai suhu ruang 25 0C / rendam dalam bejana dingin
timbang = 3 gram
·
Isi picnometer dengan air sampai batas tutup picnometer dan timbang
dengan ketelitian 1 mg = 3 gram
·
Hitung berat jenis Aspal dengan rumus :
(t – A)
B.J =
(B – A) – (B – t)
0 komentar:
Posting Komentar